Rabu, 09 Desember 2015

[Praktikum beton pekan ke -5] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 28 hari– Widianto

Sama seperti sbelumnya, di pekan ke 5 kami melakukan uji tekan beton yang telah berumur 28 hari. Hari ke 28 inilah yang menjadi hari penentu apakah beton yang dibuat sesuai dengan permintaan sekuat 250 kg/cm2 atau tidak. Sehari sebelum pengujian, beton dikeluarkan dari bak air terlebih dahulu agar mengering, kemudian dilakukan “caping”. Tujuan dilakukannya caping adalah untuk meratakan permukaan yang terkena beban tekan. Sebelum diuji, beton terlebih dahulu ditimbang massanya, baru kemudian di taruh di mesin UTM (Universal Testing Machine). Beton yang diuji harus diletakkan tepat di tengah-tengah mesin, dan pastikan dibawah beton tidak ada satupun kerikil yang mengganjal sehingga posisi beton tidak miring agar beban yang diberikan mesin merata. Beban yang diberikan harus naik secara perlahan, karena bila beban yang diberikan naik secara tidak teratur dan tiba-tiba, maka uji tersebut menjadi uji impact. Selang beberapa saat, jarum pada mesin reader yang tadinya berputar secara perlahan akan berhenti dan kembali ke 0 bila beton yang diuji hancur (tidak hancur sepenuhnya, hancur disini maksudnya kehilangan daya tahan terhadap tekan yang ditandai keretakan pada beton). Jarum ke 2 pada mesin reader menunjukkan angka beban terakhir yang diterima beton sebelum hancur, dan angka inilah yang menjadi kuat tekan beton.
Beton yang hancur setelah uji tekan dengan UTM

Kelompok kami melakukan 2 kali pengujian beton dengan hasil sebagai berikut:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 11,6 kg
                        Kuat tekan: 218.1721687 kg/cm2
Beton 2 :         Massa: 11,8 kg
                        Kuat tekan: 218.8539759 kg/cm2

Kuat tekan beton pada umur 28 hari tidak mencapai kuat tekan beton yang diminta, hal ini dapat disebabkan oleh penambahan air yang berlebih pada saat tahap pencampuran beton, yang ditandai oleh slump yang didapat melebihi 100mm yaitu 112mm.

[Praktikum beton pekan ke -4] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 14 hari– Widianto

Sama seperti praktikum pecan ke 3, di pekan ke 4 kami melakukan uji tekan beton yang telah berumur 14 hari. Sehari sebelum pengujian, beton dikeluarkan dari bak air terlebih dahulu agar mengering, kemudian dilakukan “caping”. Tujuan dilakukannya caping adalah untuk meratakan permukaan yang terkena beban tekan. Sebelum diuji, beton terlebih dahulu ditimbang massanya, baru kemudian di taruh di mesin UTM (Universal Test Machine). Beton yang diuji harus diletakkan tepat di tengah-tengah mesin, dan pastikan dibawah beton tidak ada satupun kerikil yang mengganjal sehingga posisi beton tidak miring agar beban yang diberikan mesin merata. Beban yang diberikan harus naik secara perlahan, karena bila beban yang diberikan naik secara tidak teratur dan tiba-tiba, maka uji tersebut menjadi uji impact. Selang beberapa saat, jarum pada mesin reader yang tadinya berputar secara perlahan akan berhenti dan kembali ke 0 bila beton yang diuji hancur (tidak hancur sepenuhnya, hancur disini maksudnya kehilangan daya tahan terhadap tekan yang ditandai keretakan pada beton). Jarum ke 2 pada mesin reader menunjukkan angka beban terakhir yang diterima beton sebelum hancur, dan angka inilah yang menjadi kuat tekan beton.
Uji tekan beton dengan UTM

Kelompok kami melakukan 2 kali pengujian beton dengan hasil sebagai berikut:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 11,86 kg
                        Kuat tekan: 123.1309639 kg/cm2

Beton 2 :         Massa: 11,88 kg

                        Kuat tekan: 136.3575904 kg/cm2

[Praktikum beton pekan ke -3] Kelompok 2 – Uji tekan beton umur 7 hari– Widianto

Di pekan ke 3 kami melakukan uji tekan beton yang telah berumur 7 hari. Sehari sebelum pengujian, beton dikeluarkan dari bak air terlebih dahulu agar mengering, kemudian dilakukan “caping”. Tujuan dilakukannya caping adalah untuk meratakan permukaan yang terkena beban tekan. Sebelum diuji, beton terlebih dahulu ditimbang massanya, baru kemudian di taruh di mesin UTM (Universal Test Machine). Beton yang diuji harus diletakkan tepat di tengah-tengah mesin, dan pastikan dibawah beton tidak ada satupun kerikil yang mengganjal sehingga posisi beton tidak miring agar beban yang diberikan mesin merata. Beban yang diberikan harus naik secara perlahan, karena bila beban yang diberikan naik secara tidak teratur dan tiba-tiba, maka uji tersebut menjadi uji impact. Selang beberapa saat, jarum pada mesin reader yang tadinya berputar secara perlahan akan berhenti dan kembali ke 0 bila beton yang diuji hancur (tidak hancur sepenuhnya, hancur disini maksudnya kehilangan daya tahan terhadap tekan yang ditandai keretakan pada beton). Jarum ke 2 pada mesin reader menunjukkan angka beban terakhir yang diterima beton sebelum hancur, dan angka inilah yang menjadi kuat tekan beton.
Uji tekan beton

Beton yang telah hancur setelah pengujian

Kelompok kami melakukan 2 kali pengujian beton dengan hasil sebagai berikut:
Beton 250-k
Beton  1 :        Massa: 12,1 kg

                        Kuat tekan: 112.4950602 kg/cm2

Beton 2 :         Massa: 11,92 kg

                        Kuat tekan: 115.9039759 kg/cm2


Selain uji tekan beton, kami juga melakukan uji tarik baja. Sebelum dilakukan uji tarik, sebelumnya siapkan terlebih dahulu baja polos dan baja ulir dengan diameter dan panjang yang berbeda. Kemudian ukur masing-masing diameter baja dan panjang awalnya, lalu uji baja menggunakan mesin UTM sampai baja putus. Khusus untuk baja polos dengan diameter 12 mm menggunakan strain gauge yang datanya dicetak oleh data logger.
Uji tarik baja

[Praktikum beton pekan ke -2] Kelompok 2 – Proses Pembuatan Beton– Widianto

Berdasarkan data yang didapat dari praktikum hari ke 1, dilakukan rancangan campuran beton dengan spesifikasi beton 250-k, ukuran agregat kasar maksimum 25 mm dan slump 100 mm sebanyak 6 buah silinder. Berikut adalah kandungan campuran beton yang kami hitung untuk ke enam silinder:

Semen
11,52613506 kg
Air
4,918909238 kg
Agregat kasar kondisi lapangan
22,94528886 kg
Agregat halus kondisi lapangan
36,0377 kg

Proses Pembuatan Beton:


Pertama, kumpulkan dan timbang bahan yang diperlukan, kemudian masukkan kedalam mixer. 
Bahan dimasukkan kedalam mixer kemudian diaduk

Pastikan semua bahan tercampur dengan baik, kemudian lakukan uji slump. Saat itu slump yang kami dapat adalah 112 mm. 
Pemasukkan campuran beton kedalam cetakan slump

Hasil uji slump

Setelah dicampur, masukkan hasil pengadukan ke bekisting yang telah diolesi pelumas didalamnya. 
Cetakan bekisting yang telah dilapisi pelumas

Lakukan vibrasi sambil memasukkan campuran beton kedalam bekisting dengan alat penggetar dimasukkan ke bekisting agar menghilangkan void didalam cetakan, namun jangan terlalu lama agar agregat tidak mengendap kebawah.
Proses vibrasi

Setelah 24 jam, keluarkan beton dari bekisting dan lakukan proses curing dengan merendam beton kedalam bak air. Tujuan dilakukannya curing adalah agar kandungan air didalam beton tidak mudah menguap, karena jika menguap semen didalam beton tidak dapat berhidrasi sehingga mengurangi kualitas beton.
Proses curing

[Praktikum beton pekan ke -1] Kelompok 2 – Tahap Pengumpulan Data dan Uji Kelayakan Bahan Pencampur Beton – Widianto

Sebagai syarat kelulusan mata kuliah Bahan Bangunan Laut, kami kelompok 2 praktikum BBL melakukan praktikum tentang uji tekan beton dan uji tarik baja yang akan dilakukan dalam 5 kali pertemuan. Sebelum dilakukan uji tekan beton, pertama kami melakukan pembuatan beton yang dimulai dari tahap pengumpulan data bahan pencampur beton, sedangkan baja yang akan kami gunakan merupakan baja yang telah jadi.
Foto kelompok 2, urut dari kiri Senna, Daoni, Rian, Harititi, Widianto(saya)

Di hari pertama, sebelum dilakukan tahap perencanaan mix design beton, kami terlebih dahulu mengumpulkan data dan menguji kelayakan bahan yang akan digunakan untuk bahan baku beton. Akan dilakukan berbagai tes seperti pemeriksaan berat volume agregat, analisa saringan agregat, pemeriksaan kadar air agregat, uji kandungan organic dan lumpur agregat halus, serta penentuan specific gravity agregat halus.

Hal pertama yang kami lakukan adalah analisa saringan agregat kasar dan halus. Pada percobaan analisis agregat kasar kami mengumpulkan agregat kasar terlebih dahulu seberat 3 kg, kemudian siapkan satu set saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, 2.38 mm, dan dasar saringan. Masukkan agregat kasar yang telah dikumpulkan kedalam saringan, kemudian ayak saringan agar agregat yang memiliki ukuran lebih kecil dapat melewati saringan dengan ukuran yang lebih besar. Timbang agregat yang tertahan disetiap saringan dengan ukuran yang berbeda. Lalu catat hasil penimbangan agregat kasar tersebut. Berikut contoh hasil pengolahan data dari percobaan ini.
Ukuran Saringan (mm)
Berat Tertahan (gr)
Persentase Tertahan
Persentase Tertahan Kumulatif
Persentase Lolos Kumulatif
SPEC ASTM C33-90
25
0
0%
0%
100%
100
19
98
3.2667%
3.2667%
96.733%
90-100
9.5
2338
77.933%
81.2%
18.8%
20-55
4.75
553
18.433%
99.633%
0.3667%
0-10
2.38
7
0.233%
99.8633%
0.1334%
0-5
Persentase tertahan kumulatif tidak mencapai 100% karena terdapat sisa seberat 4 gram pada dasar saringan.
saringan agregat halus dengan sisa di pan

Sama seperti yang dilakukan pada agregat kasar, hanya saja untuk agregat halus harus menggunakan set saringan dengan ukuran yag lebih kecil. Berikut ini contoh pengolahan data analisis halus.
Ukuran Saringan (mm)
Berat Tertahan (gr)
Persentase Tertahan
Persentase Tertahan Kumulatif
Persentase Lolos Kumulatif
SPEC ASTM C33-90
9.5
3
 0.6%
 0.6%
 100%
100
4.75
20
 4%
 4.6%
 95.4%
95-100
2.36
100
20%
24.6%
75.4%
80-100
1.18
104
20.5%
45.4%
54.6%
50-85
0.6
76
15.2%
60.6%
39.4%
25-60
0.3
42
8.4%
69%
31%
10-30
0.15
67
13.4%
82.4%
17.6%
2-10
0.075
71
14.2%
96.6%
3.4%
PAN
17
3.40%
100%
0%
Modulus Kehalusan: 3.838
Dari hasil data saringan, kita dapat menghitung besar modulus kehalusan agregat halus dengan cara menjumlahkan jumlah presentase tertahan kumulatif sampai ke saringan terakhir sebelum PAN kemudian dibagi dengan 100.

Setelah melakukan analisis saringan agregat, dilakukan pemeriksaan kadar air agregat pada agregat halus dan agregat kasar. Pertama timbang dan catat berat talam kemudian masukkan agregat halus atau agregat kasar kedalam talam, lalu timbang kembali. Kemudian masukkan benda uji kedalam oven agar agregat menjadi kering. Setelah kering, timbang kembali lalu catat hasilnya.

Hal keempat yang dilakukan adalah analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus. Khususnya untuk percobaan ini tidak dilakukan oleh kami namun dilakukan oleh teknisi di lab kemudian kami memperhatikan bagaimana cara kerjanya. Pada awalnya teknisi mengeringkan agregat halus menggunakan alat yang ada, kemudian ia mempersiapkan cetakan kerucut pasir. Sedikit demi sedikit agregat halus yang sudah dikeringkan dimasukkan kedalam cetakan sambil ditumbuk sebanyak 25 kali tiap sepertiga bagian dari cetakan. Kemudian cetakan dilepas, sehingga dapat dilihat bagaimana karakteristik agregat halus tersebut. masukkan agregat halus kedalam piknometer kemudian isi dengan air, lalu rendam piknometer dengan suhu air 73,4 F selama 24 jam lalu timbang berat piknometer.

Untuk agregat kasar sebelum diuji, direndam di air terlebih dahulu selama 24 jam, kemudian dikeringkan permukaannya mengggunakan handuk kemudian ditimbang. Lalu agregat dimasukkan kedalam keranjang dan direndam kembali kedalam air, setelah keranjang digoyang-goyangkan didalam air untuk melepas udara yang terperangkap dan ditimbang beratnya dalam air. kemudian agregat dikeringkan di oven selama 24 jam kemudian ditimbang berat keringnya.


Terakhir adalah memeriksa kandungan kadar lumpur dan zat organik didalam agregat halus. Untuk memeriksa kadar lumpur kami memasukkan sampel agregat halus kedalam gelas ukur, kemudian campur dengan air untuk melarutkan lumpur. Kocok gelas ukur kemudian diamkan selama 24 jam lalu ukur tinggi lumpur dan tinggi pasir. Sedangkan untuk memeriksa zat organik adalah dengan mencampurkan pasir dengan air lalu ditambahkan NaOH dalam wadah transparan. Kocok campuran kemudian diamkan selama 24 jam lalu perhatikan warna cairan yang terbentuk kemudian cocokan. 

Setelah 24 jam, dilakukan perhitungan atas tinggi air dan lumpur, didapatkan bahwa kandungan lumpur pada agregat halus dibawah 5%, sehingga dapat digunakan sebagai pencampur beton. Selain itu warna cairan dalam wadah tidak lebih tua dari indicator plate nomor 3


sehingga kandungan organik agregat halus dapat ditoleransi dan agregat halus dapat digunakan sebagai bahan pencampur beton. 

Minggu, 08 November 2015

Identifikasi Bahan Bangunan Pasar Penampungan Sementara Blok A

Pasar sementara ini telah digunakan oleh pedagang pasar Blok A semenjak tanggal 27 Oktober kemarin. Rencananya, bangunan ini akan digunakan selama kurang lebih 2,5 tahun. Pasar yang kebetulan berlokasi di dekat rumah saya di jalan sungai sambas ini dibangun karena pasar Blok A yang terletak di jalan Fatmawati akan dibangun ulang menjadi pasar moderen.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, berikut identifikasi kasar mengenai material beserta proporsi material bangunan ini (persen proporsi dari volume):
Baja (sebagai pondasi) = 17%
Aluminium (untuk atap , kusen jendela, dan sebagian dinding) =12%
Kaca = 1%
Semen = 20%
Batu bata = 50%

Cara pembuatan material baja dan semen dapat dilihat di sini(baja) dan di sini(semen). Cara pembuatan batu bata dan kaca adalah sebagai berikut:

PROSES PEMBUATAN BATU BATA
BAHAN BAKU:
-Tanah Liat
-Air
-Abu

ALAT:
-Cangkul
-Pencetak Batu Bata
-Mesin Penggiling batu bata
-Mesin Pembakar / Tungku Pembakaran
-Kayu Bakar / batu bara

CARA PEMBUATAN BATU BATA

  1. Pertama – tama semua bahan seperti tanah dan abu dicampur menggunakan cangkul, dengan perbandingan 1 : 4 bagian tanah ,kemudian di lumatkan dengan air hingga menjadi adukan. Kemudian adukan tadi dipadatkan kedalam mesin penggiling.
  2. Kemudian bahan yang sudah jadi di cetak menggunakan cetakan yang sudah tersedia dengan ukuran 6 cm x 10 cm x 20 cm
  3. Taruh adukan (lempung) diatas meja cetak, jangan lupa menaruh sedikit abu dicetakan agar tidak lengket
  4. Bila tanah liat tersebut sudah berbentuk persegi seperti batu bata, anda sudah bisa melakukan pengeringan
  5. Tahap pendindingan tujuan nya agar batu bata cepat kering bisa dilakukan dengan cara menumpukan bata yang masih berbentuk tanah tadi dengan memiringkannya
  6. Jika sudah kering, tahap selanjutnya menyusun batu bata dari kilang tempat produksi ke dapur pembakaran
  7. Tahap pembakaran batu bata ini adalah langkah penentuan dimana anda bisa dikatakan berhasil atau kurang berhasil dikarenakan pada tahap ini akan dilakukan pembakaran didapur tempat anda bekerja dan biasa nya memakan waktu cukup lama, tergantung banyaknya batu bata yang anda bakar

TAHAP-TAHAP PEMBAKARAN BATU BATA MENTAH

  1. Langkah selanjutnya setelah batu bata mentah sudah kering, susun batu bata di dapur pembakaran yang sudah disiapkan
  2. Setelah itu siapkan bahan bakar pembakaran seperti kayu atau bisa juga dengan sisa olahan buah kelapa sawit tangkos, harus dikeringkan dulu agar mempermudah pembakaran
  3. Kemudian lakukan tahap pembakaran dengan cara memasukan kayu tersebut kedalam lubang dibawah susunan batu bata tadi
  4. Kemudian buat dinding disekeliling susunan batu tersebut. Tujuannya untuk mempercepat suhu yang ada di dalam susunan batu bata cepat naik keatas.
  5. Tahap penutupan lubang api bertujuan agar hawa api tidak keluar. Berakhirnya proses pembakaran ini ditandai dengan asap yang ada pada bagian atas susunan batu bata tadi membening atau hanya ada seperti udara yang membara-bara.
  6. Kemudian tahap finishing yaitu tahap peyiraman bagian atas susunan batu bata dengan sekam (bekas sisa kulit padi). Taruh agak tebal supaya batu bata anda masak secara sempurna
  7. Setelah itu lanjutkan dengan tahap pembukaan dinding yang sudah dipasang tadi, proses dilakukan sekitar 24 jam setelah tahap sebelumnya. lama nya tahap pembakaran tergantung banyaknya batu bata yang anda bakar (misal nya kalau 60.000 buah batu bata, anda memerlukan waktu 6 hari 6 malam nonstop)
  8. Setelah dibakar batu bata dapat didinginkan. Barulah batu bata siap dipakai.



PROSES PEMBUATAN KACA

Bahan-Bahan :
1.Bahan pembentuk gelas
Ø  Pasir kuarsa/silika dengan kemurnian SiO2  99.1 – 99.7%
Ø   sodium karbonat/soda abu (Na2CO3)
Ø  asam borat/borax
Ø  phosfor pentaoksida
Ø  dolomit (CaCO3.MgCO3)
Ø  feldspar
Ø  cullet

2.Bahan stabilizer
Ø  Kalsium Karbonat atau Limestone, membuat produk akhir menjadi tidak larut di dalam air.
Ø  Barium Karbonat, meningkatkan berat spesifik dan indeks bias.
Ø  Timbal Oksida, membuat produk menjadi transparan, mengkilat, dan memiliki indeks bias yang tinggi.
Ø  Seng Oksida, membuat gelas tahan terhadap panas yang mendadak, memperbaiki sifat-sifat fisik dan mekanik, dan meningkatkan indeks bias.
Ø  Aluminium oksida
Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3 dan nama mineralnya adalah alumina. Disini alumunium oksida berfungsi untuk meningkatkan viskositas gelas, kekuatan fisik dan ketahanan terhadp bahan kimia. 

3.         Komponen sekunder
Ø   Refining agent, menghilangkan gelembung-gelembung gas pada saat pelelehan bahan baku. Bahan  yang biasa digunakan sebagai refining agent pada industri gelas adalah sodium nitrat dan sodium sulfat atau arsen oksida (As2O3).
Ø   Penghilang warna (decolorant), menghilangkan warna yang biasanya diakibatkan oleh kehadiran senyawa besi oksida yang masuk bersama bahan baku. Bahan penghilang warna yang digunakan adalah mangan dioksida (MnO2), logam selenium (Se), atau nikel oksida (NiO).
Ø   Pewarna (colorant), digunakan untuk membuat gelas khusus sesuai dengan warna yang dikehendaki.
Ø   Opacifiers. Bahan yang digunakan sebagai opacifier adalah fluorite (CaF2), kriolit (Na3AlF6), sodium fluorosilika (Na2SiF6), timah phospat, seng phospat (Zn3(PO4)2), dan kalsium phospat (Ca3(PO4)2). Opacifiers adalah zat yang ditambahkan untuk membuat kaca atau gelas bersifat buram atau tidak dapat ditembus gelombang elektromagnetik, walaupun kacaatau gelas tersebut transparan.

Cara Pembuatan Kaca

1.      Persiapan bahan baku (batching)
Pada tahap ini dilakukan penggilingan, pengayakan bahan baku serta pemisahan dari pengotor-pengotornya. Serbuk bahan baku ditimbang sesuai komposisi, termasuk bahan-bahan aditif lain yang diperlukan seperti zat pewarna atau zat-zat yang sesuai dengan produk kaca yang dikendaki. Pengadukan campuran bahan baku dalam suatu mixer hal ini dilakukan agar campuran menjadi homogen sebelum dicairkan.
Komposisi dari bahan-bahan penyusunnya adalah sebagai berikut :
Bahan
Komposisi (%)
Pasir Silika
72,6
Natrium Karbonat
13,0
Kalsium Karbonat
8,4
Dolomit
4,0
Alumina
1,0
Lain-Lain
1,0

2.      Pencairan (melting/fusing)
Bahan baku yang sudah homogen, diayak dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku (furnace) bersuhu sekitar 1500oC sehingga campuran akan mencair. Selama proses pencairan, masing-masing bahan baku akan saling berinteraksi membentuk reaksi-reaksi kimia berikut :
Reaksi-reaksi penguraian
Na2SO3   à   Na2O     +       CO2                                                                
CaCO3    à  CaO        +       CO2                                                            
Na2SO4   à  Na2O               +     SO2
Reaksi antara SiO2  dengan Na2CO3 pada suhu 630 – 780oC
Na2CO3   +     aSiO2     à     Na2O.aSiO2      +  CO2                      
Reaksi antara SiO2  dengan CaCO3 pada suhu 600oC
CaCO3    +     bSiO2     à     CaO.bSiO2        +  CO2                     
Reaksi antara CaCO3  dengan Na2CO3 pada suhu di bawah 600oC
CaCO3    +     a2CO3     à     Na2Ca(CO3)2                                         
Reaksi antara Na2SO4 dengan SiO2 pada suhu 884oC
Na2SO4   +     nSiO2     à     NaO.nSiO2        +  SO2 +    0.5O2
Reaksi utamaaSiO2 + bNa2O + cCaO + dMgO   à  aSiO2.bNa2O.cCaO.dMgO
                                                                       leburankaca
Tungku sebagai tempat mencairkan campuran bahan baku kaca atau gelas, terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Pot furnace
Biasanya dipakai untuk menghasilkan kaca-kaca khusus (special glass) seperti kaca seni, kaca optik dengan skala produksi yang kecil sekitar 2 ton atau lebih rendah. Pot terbuat dari bata silica-alumina (lempung) khusus atau platina.
·         Tank furnace
Digunakan pada industri gelas skala besar dan terbuat dari bata refraktori (bata tahan panas). Furnace ini mampu menampung sekitar 1350 ton cairan gelas yang membentuk kolam di jantung furnace.
·         Regenerative furnace

3.      Pembentukan (forming/shaping)
Bahan kaca atau gelas yang berbentuk cair lalu dialirkan ke dalam alat-alat yang berfungsi untuk membentuk kaca padat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa jenis proses pembentukkan kaca, di antaranya adalah :

Ø  Proses mekanik :
a.       Proses Fourcault
Bahan cair dialirkan secara vertikal ke atas melalui sebuah bagian yang dinamakan “debiteuse”. Bagian ini terapung di permukaan kaca cair dengan celah sesuai dengan ketebalan kaca yang diinginkan. Di atas debiteuse terdapat bagian sirkulasi air pendingin yang akan mendinginkan kaca hingga 650 – 670oC. Pada suhu tersebut kaca berubah menjadi pelat padat dan akan bergerak dengan didukung oleh roda pemutar (roller) yang menarik kaca tersebut ke atas. Gambar di bawah ini melukiskan skema proses Fourcault.

b.      Proses Colburn (Libbey-Owens)
Jika proses Fourcault , gerakan kaca berlangsung secara vertikal, maka pada proses Colburn kaca akan bergerak secara vertical kemudian diikuti gerakan horizontal setelah melewati roda-roda penjepit yang membentuk leburan gelas menjadi lembaran-lembaran.

c.       Proses Pilkington (float process)
Bahan cair dialirkan ke dalam sebuah kolam berisi cairan timah (Sn) panas. Kecepatan aliran bahan cair ini merupakan pengatur tebal tipisnya kaca lembaran yang akan diproses. Kaca akan mengapung di atas cairan timah karena perbedaan densitas di antara keduanya. Kaca ini tetap berupa cairan dengan pasokan panas yang berasal dari pembakar di bagian atas kolam. Pengendalian temperatur di dalam kolam dilakukan agar kaca tetap rata di kedua sisinya serta pararel. Bahan yang biaanya digunakan untuk keperluan ini adalah gas nitrogen murni. Selanjutnya, aliran kaca melewati daerah pendinginan (masih di dalam kolam) dan keluar dalam bentuk kaca lembaran bersuhu ±600oC.

Ø  Proses tiup (blow)     
Proses ini digunakan untuk membuat botol kaca, gelas kemasan, atau aneka bentuk kaca seni lainnya.

4.      Annealing
Fungsi tahapan ini adalah untuk mencegah timbulnya tegangan-tegangan antar molekul pada kaca yang tidak merata sehingga dapat menimbulkan kepecahan. Proses annealing kaca terdiri dari 2 aktivitas, yaitu :
·   menahan kaca dengan waktu yang cukup di atas temperatur kritik tertentu untuk menurunkan regangan internal
·   mendinginkan kaca sampai temperatur ruang secara perlahan-lahan untuk menahan regangan sampai titik maksimumnya.
Proses ini berlangsung di dalam “annealing lehr”. Untuk jenis kaca lembaran, annealing lehr ini dilewati oleh kaca-kaca yang bergerak di atas roda berjalan.

5.      Finishing dan pengendalian kualitas (Quality Control)
Beberapa proses penyelesaian akhir pada industri gelas adalah cleaning and polishing, cutting, enameling, dangrading.

Sumber: 
http://cara-terindah.blogspot.co.id/2014/06/cara-membuat-batu-bata-secara-manual.html
https://aadhew.wordpress.com/2011/09/26/pembuatan-kaca/




Korosi dan Pengendaliannya Pada Lambung Kapal

Korosi adalah suatu reaksi redoks antara  logam dengan berbagai zat yang ada di lingkungannya sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam kehidupan sehari-hari korosi kita kenal dengan sebutan perkaratan.

Salah satu sumber kerusakan terbesar pada kapal laut adalah disebabkan oleh korosi air laut. Sampai saat ini penggunaan besi dan baja sebagai bahan utama pembuatan kapal masih dominan. Dari segi biaya dan kekuatan, penggunaan besi dan baja untuk bangunan kapal memang cukup memadai. Tetapi besi dan baja sangat reaktif dan mempunyai kecenderungan yang besar untuk terserang korosi air laut. Korosi merupakan suatu proses degradasi dari suatu logam yang dikarenakan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan lingkungannya. Pada dasarnya korosi adalah peristiwa pelepasan elektron-elektron dari logam (besi atau baja) yang berada di dalam larutan elektrolit misalnya air laut. Sedangkan atom-atom yang bermuatan positif dari logam (Fe+3) akan bereaksi dengan ion hydroxyl (OH-) membentuk ferri hidroksida [Fe(OH)3] yang dikenal sebagai karat. Berdasarkan segi konstruksi pada kapal laut, pelat lambung kapal adalah daerah yang pertama kali terkena air laut. Pada daerah lambung ini bagian bawah air ataupun daerah atas air rentang terkena korosi. Korosi pada pelat badan kapal dapat mengakibatkan turunnya kekuatan dan umur pakai kapal, mengurangi kecepatan kapal serta mengurangi jaminan keselamatan dan keamanan muatan barang dan penumpang. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air laut, maka perawatan dan pemeliharaan kapal harus dilakukan secara berkala.   bentuk korosi yang terjadi pada lambung kapal adalah  korosi merata. Korosi merata adalah jenis korosi dimana pada korosi tipe ini laju korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar atau terbuka ke lingkungan berlangsung dengan laju  yang hampir sama. Hampir seluruh permukaan logam menampakkan terjadinya proses korosi.

Sampai saat ini untuk melindungi pelat badan kapal terhadap serangan korosi air laut masih menggunakan  3 (tiga) cara yaitu menghindari penyebab korosi, pelindungan secara aktif (Dengan metode  Cathodic Protection) dan perlindungan secara pasif (Dengan proses pengecatan). Metode cathodic protection merupakan metode yang sudah sangat lazim dilaksanakan untuk proteksi korosi pada lambung kapal, namun adakalanya hal ini tidak terlalu diperhatikan secara serius sehingga hasil yang diinginkan biasanya meleset dan tidak efisien. Salah satu metode cathodic protection adalah metode anode korban.

Adakalanya di lapangan ditemui pelat-pelat lambung kapal yang terserang korosi berat dikarenakan kurangnya anode korban yang dipasang. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan di bahas mengenai kebutuhan pemasangan perlindungan katode untuk mencegah korosi pada lambung kapal di dalam media air laut, dimana dilakukan perbandingan katode yang sering digunakan yaitu  Zinc Cathodic Protection (ZCP) dan Alumunium Cathodic Protection (ACP).

 Sebelum dipasang anode korban yang baru, KM. ADRI XLIV mengalami proses  Coating terlebih dahulu, dimana memakai satu lapis /  layer dengan ditambah 2 lapis  intermadiate /  top coats, minimum 300 µm nominal DFT (Dry Film Thickness) kategori III dengan umur pelapisan adalah selama 5 tahun.




            Rencana penggantian anode korban pada KM. ADRI XLIV adalah dengan menggunakan anode korban alumunium dengan bentuk  elongated flush mounted tanpa  backfill dengan dimensi anode 395 mm x 150 mm x 30 mm dengan berat netto 4.5 Kg sebanyak 24 buah.


            Sebelum melakukan perhitungan kebutuhan anode korban pada KM. ADRI XLIV, ada beberapa data yang diperlukan dalam perhitungan. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan proteksi lambung kapal dengan menggunakan anoda korban yaitu :
  • Ukuran luas pelat lambung kapal yang akan di proteksi 
  • Coating kapal
  • Jenis anoda
  • Resistivitas air laut. Nilai resistivitas air laut diperoleh dengan menggunakan acuan pada DNV RPB 401 tentang resistivitas dimana temperature air antara 7oC sampai dengan 12oC, maka nilai resistivitas antara 0,3 dan 1,5(ohm.m). Dalam hal ini diambil 1,5 ohm.m.
  • Umur proteksi. Umur proteksi yang diperlukan sesuai peraturan BKI yaitu 3 tahun karena selama 3 tahun minimal kapal harus docking atau naik dok satu kali. Dimana apabila kapal naik dok  maka dapat diganti anoda korban yang  lama dengan anoda korban yang baru.
  • Keperluan arus proteksi.



            Nilai keperluan arus proteksi diperoleh dengan mengacu pada DNV RPB 401, dimana desain arus menurut iklim sedang dan kedalaman 0 meter – 30 meter dengan temperatur 7 oC – 12 oC, maka nilai keperluan arus proteksinya adalah 0,100 A/m2.



Sumber: http://rdsujono.blogspot.co.id/2011/05/korosi-dan-pengendaliannya-pada-lambung.html